Penandatanganan Resmi di Jakarta, Fokus Sektor Pertanian
Pemerintah Indonesia dan Selandia Baru resmi menandatangani perjanjian dagang baru yang berfokus pada sektor pertanian. Penandatanganan dilakukan di Jakarta pada 7 Agustus 2025, dan menjadi tonggak kerja sama ekonomi bilateral yang menargetkan peningkatan ekspor dan impor bahan pangan serta produk agrikultur.
Menurut laporan resmi dari RNZ (Radio New Zealand), perjanjian ini merupakan hasil dari negosiasi panjang antara kedua negara untuk menciptakan ekosistem perdagangan yang adil dan saling menguntungkan. Fokusnya adalah pertukaran produk hortikultura, susu, dan komoditas tropis seperti kopi serta rempah-rempah.
Dampak Langsung: Peluang Besar untuk Petani dan Eksportir Lokal
Perjanjian ini membuka akses yang lebih mudah bagi produk pertanian Indonesia untuk masuk pasar Selandia Baru. Beberapa komoditas yang jadi andalan ekspor antara lain kopi Gayo, vanili Sulawesi, serta buah tropis seperti manggis dan salak. Semua produk ini kini memiliki tarif bea masuk yang lebih rendah atau bahkan bebas pajak.
Bagi petani dan eksportir lokal, ini bisa jadi momentum penting untuk meningkatkan volume ekspor. Pemerintah menjanjikan dukungan berupa sertifikasi ekspor, pelatihan packaging, dan bantuan logistik melalui lembaga seperti Kemendag dan Kementerian Pertanian.
Impor dari Selandia Baru: Susu, Gandum, dan Teknologi Pertanian
Tak hanya soal ekspor, Indonesia juga akan meningkatkan impor dari Selandia Baru dalam bidang produk olahan susu, bibit gandum, dan teknologi pertanian canggih. Beberapa peralatan yang selama ini mahal dan terbatas kini bisa diakses dengan harga lebih kompetitif berkat skema dagang baru ini.
Kerja sama ini juga mencakup pelatihan petani Indonesia oleh ahli agrikultur dari Selandia Baru—negara yang dikenal punya salah satu sistem pertanian paling efisien di dunia. Menurut Wikipedia: Ekonomi Selandia Baru, sektor pertanian mereka menyumbang 50% dari total ekspor negara tersebut.
Target Ekspor Naik 3 Kali Lipat dalam 10 Tahun
Kedua negara menargetkan kenaikan nilai perdagangan sektor pertanian sebesar 3 kali lipat dalam satu dekade ke depan. Jika pada 2024 nilai perdagangan mencapai USD 700 juta, maka pada 2034 ditargetkan bisa menembus USD 2 miliar. Pemerintah Indonesia menyatakan optimis target itu realistis, asalkan dukungan logistik dan infrastruktur ekspor diperkuat.
Selain pertanian, ada potensi kerja sama lanjutan di sektor energi terbarukan dan pendidikan pertanian. Duta Besar Selandia Baru menyebut Indonesia sebagai “mitra strategis jangka panjang” di kawasan Asia Pasifik. Sumber data lengkap bisa diakses lewat MFAT (New Zealand Ministry of Foreign Affairs and Trade).
Kesimpulan: Kerja Sama Strategis yang Wajib Dimanfaatkan
Perjanjian dagang ini bukan cuma soal angka ekspor dan impor. Ini soal positioning Indonesia dalam rantai pasok pangan global. Kerja sama dengan negara seperti Selandia Baru menunjukkan bahwa produk agrikultur kita punya daya saing tinggi di pasar internasional.
Sekarang tinggal bagaimana pemerintah, petani, eksportir, dan pelaku logistik bisa bergerak cepat memanfaatkan peluang ini. Kalau dijalankan dengan serius, bukan cuma ekonomi pertanian yang tumbuh—tapi citra Indonesia sebagai lumbung pangan tropis dunia juga makin kuat.